Netherland, My First Dream

dsc_1438

Hal pertama yang aku ingat tentang luar negeri adalah Belanda. Terutama sepatu kayu atau Klompen. Aku ingat pernah melihat tayangan tentang sepatu kayu itu di TV, sehingga ada sedikit tekat untuk pergi ke negeri asalnya.

Saat itu kebetulan aku sedang tinggal di London, jadi banyak alternatif transportasi dari London ke Belanda. Bisa naik pesawat, kereta api (Eurostar-tapi transit di Brussel), atau bus (dengan menggunakan ferry untuk menyebrang). Karena perencanaan yang mendadak akhirnya pilihan aku jatuh di bus, karena harganya masih terjangkau (murah-red). Bus merupakan transportasi yang murah di Europa, dan setiap kota terhubung dengan bus. Pilihan kota tujuan di Belanda juga banyak, bisa ke Amsterdam, Den Haag, dan dan kota lainnya.

Aku berangkat dari Victoria coach station pukul 7 malam dengan menggunakan Eurolines. Dengan menyeberang di Dover menggunakan ferry. Pada saat di ferry para penumpang bus diminta untuk keluar bus dan naik ke deck kapal. Aku pernah naik kapal penyebrangan Merak-Bakaheuni, dan diatas kapalnya hanya ada bangku dan matras tidur. Tapi di kapal ferry ini, terdapat mini bioskop, game arcade, restaurants, atau bangku-bangku panjang untuk duduk. Waktu yang dibutuhkan untuk menyeberang kurang lebih 2 jam.

Pasti kalian bertanya bagaimana pengecekan visa dan paspor di border antar negara? Kebetulan karena Inggris tidak termasuk ke visa schengen, maka ada pengecekan visa dan paspor di Calais Prancis (ferry yang kami tumpangi adalah ferry rute Dover-Calais). Semua penumpang diminta turun di gedung imigrasi dekat pelabuhan penyebrangan. Dan kami antri untuk pengecekan, setelah selesai kami semua naik kembali ke bus. Kalau dari Prancis sampai Belanda tidak ada pengecekan visa/paspor, walaupun kami melewati Belgia juga, karena ketiga negara tersebut termasuk negara dengan visa schengen.

Kota tujuan aku adalah Den Haag, karena kebetulan ada teman yang tinggal disana. Kebanyakan wisatawan akan tinggal di Amsterdam karena lebih ramai. Tapi Schipol-Den Haag bisa ditempuh kurang lebih 30 menit dengan mobil. Dan karena kami menyewa mobil sendiri, aku tidak bisa memberi info banyak mengenai transportasi di Belanda.

Hal pertama yang aku rasakan di Den Haag adalah kota yang tenang. Mayoritas warganya menggunakan sepeda, meskipun ada tram juga.  Kalau kamu sudah terbiasa tinggal di kota yang besar dan banyak orang, maka akan senang sekali datang ke Den Haag. Apalagi kota ini juga mempunyai pantai, jadi menurut aku lengkap lah di Den Haag.

dsc_1730
Salah satu sudut kota Den Haag

Spot turis pertama saya di Belanda adalah ke Zaanse schans. Ini merupakan satu area kampung dengan rumah unik Belanda dan kincir anginnya. Sekarang rumah-rumah itu berisi toko-toko souvenir dan kerajinan tangan.

dsc_1381

Satu hal yang sangat turis Indonesia banget, jangan lupa berfoto ala wanita Belanda di Volendam. Ada salah satu toko (saya lupa namanya, letaknya agak diujung) yang dietalasenya memajang foto-foto pejabat dan artis Indonesia memakai baju khas Belanda, jadi kalian tidak bingung memilih toko mana yang enak untuk berfoto. Juru foto dan pelayan di toko ini sabar dan telaten dalam mengarahkan gaya, mereka juga memperbolehkan kita foto menggunakan HP.

Keukenhof sudah pasti menjadi tujuan utama saya pergi ke Belanda, karena pas dengan waktu mekarnya bunga tulip. Taman bunga ini luas dan bagus-bagus bunganya. Saya penggemar bunga, jadi saya puas pergi kesana. Selain bunga tulip dengan berbagai warna dan jenis, kamu juga bisa menikmati jenis bunga yang lain. Jika hujan pun tidak masalah, karena kebanyakan bunga yang cantik-cantik berada di rumah-rumah kaca besar di dalam taman.

Saat di Belanda kami tidak sempat mencoba makanan khas Belanda, karena kami berburu makanan Indonesia. Yup, di Amsterdam atau Den Haag banyak terdapat restaurant Indonesia. Bahkan di Belanda ada prabrik tempe segar, yang sering kami beli melalui jasa titip. Satu jajanan pinggir jalan yang kami beli, frites atau yang biasa kita kenal dengan french fries. Frites ini lebih mirip ke chips di British.

Leave a comment